Apakah Puasa Ramadhan Memicu GERD?
Puasa Ramadhan tidak hanya bernilai spiritual, tetapi juga memicu adaptasi fisiologis yang berdampak positif pada sistem pencernaan. Berdasarkan tinjauan sistematis Cureus (Tibi et al., 2023), puasa intermiten selama Ramadhan dapat memodulasi mikrobioma usus, menurunkan stres oksidatif, dan meningkatkan parameter metabolik pada pasien penyakit hati. Tapi apakah puasa Ramadhan dapat memicu GERD?
1. Remodeling Mikrobioma Usus
Puasa Ramadhan meningkatkan keragaman mikrobioma usus, terutama dengan peningkatan bakteri penghasil butirat seperti Lachnospiraceae dan Ruminococcaceae (Su et al., 2021). Butirat merupakan asam lemak rantai pendek yang berperan dalam:
- Memperkuat integritas epitel usus.
- Mengurangi peradangan melalui regulasi sitokin pro-inflamasi (IL-6, TNF-α).
- Meningkatkan sensitivitas insulin.
Studi pada 67 partisipan menunjukkan peningkatan signifikan dalam alpha-diversity (keanekaragaman spesies) setelah 30 hari puasa (Tibi et al., 2023).
2. Manfaat untuk Hati: Penurunan Steatosis dan Peradangan
Pada pasien Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD), puasa Ramadhan mengurangi:
- Kadar AST, ALT, dan kekakuan hati (liver stiffness).
- Trigliserida, LDL-C, dan indeks massa tubuh (BMI) (Gad et al., 2022).
Mekanisme utamanya meliputi peningkatan oksidasi lemak hati dan penurunan akumulasi lemak akibat pembatasan waktu makan.
3. Modulasi Hormon Pencernaan
Puasa Ramadhan meningkatkan sensitivitas hormon leptin (hormon kenyang) dan menurunkan ghrelin (hormon lapar), yang membantu mengontrol nafsu makan (Zouhal et al., 2020). Selain itu, penurunan kadar Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) selama puasa mengurangi risiko obesitas dan resistensi insulin.
4. Migrating Motor Complex (MMC): “Pembersih Alami” Usus
Saat puasa, aktivitas MMC meningkat—gelombang kontraksi otot polos yang membersihkan sisa makanan dan bakteri dari lambung hingga usus halus. Mekanisme ini:
- Mengurangi pertumbuhan bakteri patogen.
- Meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi (Deloose et al., 2012).
5. GERD: Gejala Membaik dengan Pola Makan Tepat
Studi di Indonesia (Mardhiyah et al., 2016) menunjukkan puasa Ramadhan mengurangi gejala GERD pada 66% partisipan. Faktor pendukungnya:
- Penurunan konsumsi alkohol dan rokok.
- Pola makan Mediterania (tinggi serat, rendah lemak jenuh) yang mengurangi refluks asam (Mone et al., 2016).
- Penggunaan alginat (bukan PPI) setelah berbuka untuk menetralkan asam tanpa mengganggu puasa (Tibi et al., 2023).
Rekomendasi Praktis untuk Puasa Optimal
- Diet Mediterania: Prioritaskan kurma, gandum utuh, sayuran, dan ikan saat sahur/berbuka.
- Hindari Makan Berlebihan: Porsi kecil tapi sering mengurangi tekanan pada LES (Lower Esophageal Sphincter).
- Waktu Minum Obat: Untuk pasien GERD, konsumsi PPI 30 menit sebelum sahur atau alginat setelah berbuka.
- Hidrasi Cerdas: Minum air kelapa atau jus rendah gula untuk menjaga elektrolit.
Kesimpulan
Puasa Ramadhan, jika dijalankan dengan pola makan seimbang dan manajemen obat yang tepat, dapat menjadi intervensi non-farmakologis untuk meningkatkan kesehatan gastrointestinal. Adaptasi seperti peningkatan mikrobioma usus, penurunan steatosis hati, dan modulasi hormon membuktikan bahwa puasa bukan sekadar ritual, tetapi juga terapi biologis!
Referensi Utama:
Tibi et al. (2023).Implications of Ramadan Fasting in the Setting of Gastrointestinal Disorders. Cureus.
Su et al. (2021).Remodeling of the Gut Microbiome During Ramadan-Associated Intermittent Fasting.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi tim kami di AVIDA Bioscience!