Apa Itu Endokrin Disruptor?

Endokrin Disruptor (EDC) adalah senyawa kimia eksogen yang mengganggu fungsi sistem hormon, menghambat reseptor, atau mengacaukan sintesis hormon alami (WHO, 2022). Contohnya bisphenol-A (BPA), ftalat, pestisida organoklorin, dan dioksin. Senyawa ini tersebar melalui limbah industri, plastik, kosmetik, dan agrokimia. Di Indonesia, paparan EDC semakin mengkhawatirkan seiring industrialisasi dan penggunaan pestisida yang masif.

Dampak Kesehatan dan Lingkungan

EDC berkorelasi dengan gangguan reproduksi, kelainan neurologis, kanker hormon-dependent (seperti payudara dan prostat), serta penurunan kualitas sperma (Gore et al., 2015). Pada ekosistem, EDC memicu feminisasi ikan di perairan tercemar dan penurunan populasi amfibi (Suryani et al., 2021). Di Teluk Jakarta, mikroplastik yang mengandung BPA terdeteksi pada ikan konsumsi, mengindikasikan risiko transfer melalui rantai makanan (LIPI, 2020).

Cemaran Endokrin Disruptor di Indonesia

Indonesia termasuk 10 besar negara penghasil sampah plastik laut, di mana 80% sungai di Jawa tercemar ftalat dan BPA (KLHK, 2022). Sektor pertanian juga berkontribusi: 60% pestisida mengandung senyawa organofosfat yang bersifat EDC (Balitbangtan, 2019). Studi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas menemukan konsentrasi EDC di atas ambang aman WHO pada air minum masyarakat (Nurhasanah et al., 2023).

Metode Deteksi dan Tantangan di Indonesia

Deteksi EDC memerlukan teknik sepertiHigh-Performance Liquid Chromatography (HPLC) danEnzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Sayangnya, infrastruktur terbatas dan biaya tinggi membuat metode ini belum terjangkau di banyak daerah. Biosensor berbasis nanoteknologi menjadi alternatif, tetapi penelitian di Indonesia masih tahap awal (Rahmawati et al., 2022).

Regulasi: Antara Idealisme dan Implementasi

Indonesia memiliki Peraturan Pemerintah No. 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, tetapi pengawasan lemah. Tidak ada batas maksimal EDC spesifik dalam air minum, berbeda dengan regulasi EU REACH atau US EPA. Padahal, Perpres No. 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut belum menyentuh regulasi mikroplastik mengandung EDC.

Studi Kasus: Dampak Nyata di Lapangan

  1. Pertanian Intensif di Jawa Tengah: Residu pestisida klorpirifos (EDC) pada sayuran melebihi 0,01 mg/kg (Badan POM, 2021).
  2. Industri Tekstil di Bandung: Limbah ftalat dari pencelupan kain mencemari Sungai Citarum, mengganggu sistem endokrin biota air (Widodo et al., 2020).

Rekomendasi: Kolaborasi Multisektoral

  1. Penguatan Regulasi: Menetapkan batas cemaran EDC dalam produk konsumsi.
  2. Inovasi Deteksi: Mengembangkan biosensor murah bersama universitas (e.g., ITB, IPB).
  3. Edukasi Publik: Sosialisasi risiko EDC melalui platform digital Kemenkes.
  4. Penelitian Lanjutan: Pendanaan studi biomonitoring EDC pada populasi rentan.

Kesimpulan

Deteksi EDC bukan hanya urgensi ilmiah, tetapi juga perlindungan biodiversitas dan kesehatan generasi Indonesia. Tanpa intervensi sistematis, akumulasi senyawa ini akan menjadisilent pandemic yang merusak ekosistem dan SDM bangsa.

Daftar Pustaka

  • WHO. (2022).Endocrine Disrupting Chemicals.
  • Gore, A. C., et al. (2015).Nature Reviews Endocrinology.
  • Suryani, A., et al. (2021).Journal of Environmental Science and Technology.
  • LIPI. (2020).Laporan Mikroplastik Teluk Jakarta.
  • KLHK. (2022).Statistik Lingkungan Hidup Indonesia.
  • Nurhasanah, R., et al. (2023).Indonesian Journal of Environmental Health.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi tim kami di AVIDA Bioscience!

Leave A Comment

2025
Supplier Terbaik untuk Produk RUO
AVIDA Bioscience

Percepat Risetmu Bersama Kami