Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara tropis, merupakan hotspot penyakit bawaan nyamuk seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan Zika. Pada 2023, Kementerian Kesehatan RI melaporkan lebih dari 100.000 kasus DBD, dengan angka kematian mencapai 1.000 jiwa (Kemenkes RI, 2023). Upaya pengendalian konvensional seperti fogging dan penggunaan insektisida semakin terbentur dampak ekologis dan kemunculan resistensi pada nyamuk (Aedes aegypti). Di sinilah teknologigene drive yang berbasis rekayasa genetika muncul sebagai solusi revolusioner.
Apa Itu Gene Drive?
Gene drive adalah mekanisme yang memastikan gen tertentu diwariskan ke hampir 100% keturunan organisme, melampaui hukum Mendel (Esvelt et al., 2014). Teknologi ini memanfaatkan sistem CRISPR-Cas9 untuk menyisipkan gen yang diinginkan ke kromosom homolog, sehingga mengubah populasi target secara cepat. Pada nyamuk, gene drive dapat dirancang untuk menekan populasi (melalui sterilitas betina) atau membuatnya resisten terhadap patogen seperti virus dengue (Champer et al., 2021).
Aplikasi Gene Drive dalam Pengendalian Nyamuk
Uji laboratorium menunjukkan keberhasilan gene drive dalam mengurangi populasi nyamuk penular malaria(Anopheles gambiae) di Afrika hingga 99% dalam 12 generasi (Kyrou et al., 2018). Di Indonesia, riset serupa mulai diinisiasi oleh Lembaga Eijkman untuk memodifikasi nyamuk (Aedes aegypti) agar membawa gen anti-dengue. Jika dilepas, nyamuk hasil rekayasa ini diharapkan memutus rantai penularan virus melalui populasi alami (Utarini et al., 2021).
Tantangan dan Risiko
Meski menjanjikan, gene drive tidak lepas dari kontroversi. Pertama, potensiresistensi genetik akibat mutasi acak pada target CRISPR dapat mengurangi efektivitasnya (Unckless et al., 2017). Kedua, dampak ekologis jangka panjang—misalnya, terganggunya rantai makanan atau munculnya spesies invasif—masih perlu dikaji. Ketiga, aspek etika: siapa yang berwenang memutuskan pelepasan organisme termodifikasi ke alam liar?
Kesimpulan
Gene drive menawarkan harapan besar untuk mengakhiri epidemi penyakit bawaan nyamuk di Indonesia. Namun, implementasinya memerlukan kolaborasi multidisiplin: ahli genetika, ekolog, dan regulator harus bekerja sama memetakan risiko, memantau dampak, dan menyusun kebijakan berbasis bukti. Dengan pendekatan yang hati-hati, teknologi ini dapat menjadi senjata pamungkas melawan DBD dan malaria—penyakit yang telah membebani sistem kesehatan Indonesia selama puluhan tahun.
Referensi
- Champer, J. et al. (2021).CRISPR-Based Gene Drive in Agriculture and Pest Control. Trends in Biotechnology.
- Esvelt, K. M. et al. (2014).Emerging Technology: Concerning RNA-guided gene drives. Nature.
- Indriani, C. et al. (2020).Efficacy of Wolbachia-Infected Mosquito Deployments for Dengue Control. NEJM.
- Kemenkes RI. (2023).Laporan Surveilans Demam Berdarah Dengue 2023.
- Kyrou, K. et al. (2018).A CRISPR-Cas9 Gene Drive Targeting doublesex Causes Complete Population Suppression in Malaria Mosquitoes. Nature Biotechnology.
- Utarini, A. et al. (2021).Efficacy of Wolbachia-Infected Mosquito Deployments for Dengue Control. NEJM.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi tim kami di AVIDA Bioscience!